Selasa, 31 Desember 2013

KU INGIN MENULIS YANG KU INGIN (2)

" MEJA 17 "

Terakhir kau letakkan sajak itu di meja tujuh belas

Yach... Aku masih ingat betul, ketika itu tepat mentari mengufuk

disela-sela deru bercampur debu

Sajak itu sekarang lenyap...

Seperti lenyapnya namamu dinegeri antah

Masih  ku-nukil kata katamu yang berapi api 

dan penuh berani dalam me-lawan kezaliman...

Masih ku-hafal bagaimana jemarimu memainkan pena

menuding hidung penguasa zalim satu per satu

Masih ku-Ingat jua ketika kau diburu

dan kau sembunyi dibalik namamu kemudian...

Dahimu di-popor senapan hingga imajinasimu mengkerut

Kau tidak setuju...

Meja tujuh belas kini bisu dan sajakmu diam seribu bahasa

Namun...

Dilangit sana suaramu tercatat sebagai penyair lugas

yang lantang kobarkan perlawanan

Meja tujuh belas sepi-mu belum mati

sebab aku masih menjadi dirimu sendiri

(sajak pejuang penuh peluh)


SAJAK  IBU

Ibuku mengajarkan kasih, sayang juga keadilan

Kecerdasan ibuku mampu mengubah sayur murah jadi idola

walau ibu pernah mengusirku dari rumah

namun,

ketika aku susah ibuku tetap menagis memejamkan mata

jika adik-adikku tak bisa tidur karena rasa lapar

ibuku marah besar sebab aku merenggek meminta jatah

Dalam marah ibuku berkata :

 "Jika kau jadi pejabat nanti, jangan pikirkan perutmu sendiri"

sembari mengelus rambutku ibuku berkata lirih :

"Kau tidak boleh korupsi nak nanti mengotori ibu pertiwi"

Ibu bagiku adalah segala masa, meski dalam kesulitan

ibu tak lupa mengajarkan tentang Tuhan

Sang ibu itu bukan untuk diperingati tapi tempat berbakti

dan "ibu" - kata ibu,

memperingati itu budaya Yahudi yang telah menjajah akidah negeri ini

Ibu bukan sekedar di-peringati

tapi ibu untuk diteladani sebab 

Ia tak pernah mati.

AKU INGIN BILANG

Andai benar dunia ini adalah hukuman bagi keturunan Adam

maka akan ku-kabarkan kalau syetan itu penebar kejahatan

tak terkecuali pejabat istana kemerdekaan

Andai betul ada kehidupan setelah kematian

maka akan aku ceriterakan pada semua penghuni bumi

bahwa sepanjang umurku dulu telah keletakkan rasa

takut di-sekujur tubuhku dan kuhabiskan hidupku

untuk melawanmu hei penguasa zalim...

Andai benar Indonesia di-huni para mafia politik

aku ingin bilang padamu kau ditunggu di pintu keadilan

dengan hakim sang penentu alam.

sadi ms > Pekalongan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar